Friday, September 28, 2012

Apa yang anda pikirkan?



Zaman dahulu kala hiduplah seorang yang pintar dan berbakat bernama Su Dong Po. Ia adalah seorang intelektual dan penyair di zaman dinasti Sung. Su Dong Po menyukai ajaran Buddha dan sering melakukan meditasi bersama temannya, seorang guru Zen bernama Fou Yin.

Suatu hari, ketika mereka selesai bermeditasi bersama, masih dalam posisi bersila, Su Dong Po bertanya kepada temannya, si guru Zen. 'Guru, dalam penglihatanmu, bagaimana rupaku sekarang?', tanya Su. Jawab si guru Zen, 'rupa anda ketika duduk bersila dengan serius mirip penampilan seorang Buddha'. Su tertawa senang sekaligus tersanjung dengan jawaban ini.

Guru Zen itu bertanya balik, 'kalau menurut anda, bagaimana rupaku sekarang?'. Su yang sudah besar kepala menjawab, 'rupa anda seperti sekumpulan kotoran yang tertumpuk jadi satu'. Walaupun jawabannya kasar, namun si guru Zen tidak protes dan tidak marah. Dia hanya diam saja.

Su yang sudah besar kepala, setiap kali bertemu orang selalu menceritakan persitiwa di atas dan mengatakan 'aku telah mengalahkan guru Zen Fou Yin yang sangat hebat'. Semua orang memuji dia.

Cerita ini akhirnya sampai ke telinga adik perempuan Su Dong Po, yaitu Su Siau Mei, yang juga seorang intelektual dan penyair terkenal. Siau Mei malah menertawakan kakaknya. 'Kak, kamu sudah kalah oleh biksu itu', kata si adik. Su Dong Po tentu saja tidak terima begitu saja kata2 adiknya. 'apa maksudmu dengan aku kalah? Mana bisa?', hardik Su Dong Po.

Siau Mei menjawab sambil tersenyum, 'dalam hati biksu itu ada Buddha, oleh sebab itu ia melihatmu seperti seorang Buddha. Sedangkan dalam hatimu penuh kotoran, maka kamu melihatnya seperti kotoran....'

Moral:
Kita adalah apa yang kita pikirkan. Kalau pikiran kita selalu negatif, maka segala sesuatu yang ada di sekitar kita akan menjadi hal yang buruk dan negatif. Dunia akan menjadi tempat yang negatif dan suram bagi kita. Sebaliknya kalau pikiran kita selalu positif, maka segala sesuatu di sekitar kita akan menjadi hal yang indah dan positif. Dunia akan menjadi tempat yang indah dan nyaman bagi kita. Karena itu untuk 'mengubah dunia', mulailah lebih dulu dengan 'mengubah pikiran' anda.

Thursday, September 27, 2012

Dokter belajar Zen



Seorang dokter muda di Tokyo yang bernama Kusuda bertemu dengan teman sekolahnya yang telah mempelajari Zen. Dokter muda itu menanyakan apakah Zen itu.

"Saya tidak bisa mengatakan kepada anda apakah Zen itu,"

temannya menjawab, "Tetapi satu hal yang pasti. Jika anda memahami Zen, anda tidak akan takut untuk mati."

"Baiklah, " kata Kusuda. "Saya akan mencobanya. Dimanakah saya bisa mendapatkan seorang guru?"

"Pergilah ke Guru Nan-in," temannya memberitahukan kepadanya. Oleh sebab itu Kusuda pergi menjumpai Nan-in. Ia membawa sebuah pisau belati yang panjangnya sembilan setengah inci

untuk mengetahui apakah guru itu takut akan kematian atau tidak.

Ketika Nan-in melihat Kusuda, ia berseru, "Hai, teman. Apa kabar? Sudah lama kita tidak berjumpa!" Ini membuat Kusuda bingung, lalu ia menjawab, "Kita belum pernah bertemu sebelumnya."

"Benar," Nan-in menjawab, "Saya kira anda adalah seorang dokter yang belajar di sini."

Dengan sikap pembuka yang seperti ini, Kusuda kehilangan kesempatan untuk menguji si guru, sehingga dengan malu ia memohon untuk diberikan instruksi Zen.

Nan-in mengatakan, "Zen bukanlah tugas yang berat. Jika anda adalah seorang dokter, perlakukanlah pasien anda dengan kebaikan. Itulah Zen."

Kusuda mengundang Nan-in tiga kali. Setiap kali Nan-in mengatakan hal yang sama, "Seorang dokter tidak boleh memboroskan waktunya di sini. Pulanglah dan rawatlah pasien anda."

Masih belum jelas bagi Kusuda bagaimana ajaran seperti itu bisa menghapuskan ketakutan akan kematian. Oleh sebab itu, pada kunjungan keempat ia mengeluh, "Teman saya mengatakan bahwa jika mempelajari Zen, seseorang akan kehilangan ketakutan akan kematian. Setiap kali saya datang ke sini, anda menasihati saya untuk merawat pasien saya. Saya sudah tahu hal itu. Jika inilah yang anda katakan sebagai Zen, saya tidak akan mengunjungi anda lagi."

Nan-in tersenyum dan menepuk dokter itu, "Saya telah terlalu ketat terhadap anda. Marilah saya berikan sebuah koan kepada anda." Ia memberikan kepada Kusuda sebuah Mu dari Joshu untuk dipikirkan, yang merupakan tugas pencerah-pikiran pertama di dalam buku yang berjudul "The Gateless Guide" (Pintu Gerbang yang tidak Berbatas).

Kusuda mengggeluti masalah Mu (Tiada Apa-Apa) selama dua tahun. Akhirnya, ia merasa bahwa telah mencapai kemajuan dalam pikiran. Akan tetapi, si guru berkomentar, "Anda masih belum mencapai kemajuan."

Kusuda melanjutkan dengan penuh konsentrasi selama satu setengah tahun lagi. Pikirannya menjadi tenang. Problem terselesaikan. Tiada Apa-Apa menjadi kebenaran. Ia merawat pasiennya dengan baik dan bahkan tanpa ia sadari, ia telah bebas dari pemikiran tentang kehidupan dan kematian.

Lalu, ketika ia mengunjungi Nan-in, gurunya yang dulu ini hanya tersenyum.


Zen



Seorang umat bertanya kepada guru Zen.

Umat : Orang seperti apa yang mempraktekkan Zen ?

Guru : Orang seperti saya.

Umat : Guru, bagaimana kamu melatih Zen ?

Guru : Berlatih Zen adalah mengganti pakaian, mandi, tidur dan makan.

Umat : Tapi Itu kan pekerjaan duniawi. Pelajaran pikiran yang bagaimana yang bisa disebut dengan berlatih Zen ?

Guru : Menurutmu, apa yang aku lakukan setiap hari ?

Catatan
Latihan Zen berasal dari percakapan setiap hari, mencuci muka, makan dan hal-hal seperti itu. Orang harus melakukannya dengan penuh KESADARAN. Persepsi atas hakikat benda berasal dari melakukan hal-hal itu dengan sepenuh hati.

Buddha dan Putri Magandiya


 Suatu saat ayah Magandiya, karena sangat tertarik dengan kepribadian dan penampilan Sang Buddha, telah mempersembahkan anak perempuannya yang sangat cantik untuk dijadikan istri Sang Buddha Gotama. Tetapi Sang Buddha menolak persembahan itu dan berkata bahwa Beliau tidak akan mau menyentuh hal itu yang penuh dengan kotoran, sekalipun dengan kakinya. Ketika mendengar kata-kata ini kedua ayah dan ibu Magandiya melihat kebenaran dalam kata-kata tersebut dan mencapai tingkat kesucian anagami. Tetapi Magandiya menganggap Sang Buddha sebagai musuh dan bertekad untuk membalas dendam kepada Beliau.

 Kemudian ia menjadi salah satu dari tiga istri Raja Udena. Ketika Magandiya mendengar kabar bahwa Sang Buddha telah datang ke Kosambi, ia menyewa beberapa penduduk dan pelayan-pelayannya untuk mencaci maki Sang Buddha saat Beliau memasuki kota untuk berpindapatta. Orang-orang sewaan tersebut mengikuti Sang Buddha dan mencaci maki dengan menggunakan kata-kata yang sedemikian kasar seperti `pencuri, bodoh, unta, keledai, suatu ikatan ke neraka`, dan sebagainya. Mendengar kata-kata yang kasar tersebut, Y.A.Ananda memohon kepada Sang Buddha untuk meninggalkan kota dan pergi ke tempat lain.


 Tetapi Sang Buddha menolak dan berkata, "Di kota lain, kita juga mungkin dicaci maki dan tidak mungkin untuk selalu berpindah tempat setiap kali seseorang dicaci maki. Lebih baik menyelesaikan masalah di tempat terjadinya masalah. Saya seperti seekor gajah yang menahan panah-panah yang datang dari semua penjuru. Saya juga akan menahan dengan sabar caci maki yang datang dari orang-orang yang tidak memiliki moral."

 Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 320,321,dan 322 berikut ini :

 "Aham nagova sangame
 capato patitam saram
 ativakyam titikkhissam
 dussilo hi bahujjano.

 Dantam nayanti samitim
 dantam raja` bhiruhati
 danto settho manussesu
 yo` tivakyam titikkhati.

 Varamassatara danta
 ajaniya ca sindhava
 kunjara ca mahanaga
 attadanto tato varam."

 Seperti seekor gajah di medan perang
 dapat menahan serangan panah
 yang dilepaskan dari busur,
 begitu pula Aku (Tathagata)
 tetap bersabar terhadap cacian;
 sesungguhnya, sebagian besar orang
 mempunyai kelakuan rendah.

 Mereka menuntun gajah yang telah terlatih
 ke hadapan orang banyak.
 Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang.
 Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah
 orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
 dan dapat bersabar terhadap cacian.

 Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih,
 begitu juga kuda-kuda Sindhu
 dan gajah-gajah perang milik para bangsawan;
 tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu
 adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

 Pada akhir khotbah Dhamma tersebut, mereka yang telah mencaci maki Sang Buddha menyadari kesalahannya yang datang untuk menghormat Beliau, beberapa di antara mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.


 yang bisa di petik ialah:
 "Aham nagova sangame
 capato patitam saram
 ativakyam titikkhissam
 dussilo hi bahujjano.

 Dantam nayanti samitim
 dantam raja` bhiruhati
 danto settho manussesu
 yo` tivakyam titikkhati.

 Varamassatara danta
 ajaniya ca sindhava
 kunjara ca mahanaga
 attadanto tato varam."

 Seperti seekor gajah di medan perang
 dapat menahan serangan panah
 yang dilepaskan dari busur,
 begitu pula Aku (Tathagata)
 tetap bersabar terhadap cacian;
 sesungguhnya, sebagian besar orang
 mempunyai kelakuan rendah.

 Mereka menuntun gajah yang telah terlatih
 ke hadapan orang banyak.
 Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang.
 Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah
 orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
 dan dapat bersabar terhadap cacian.

 Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih,
 begitu juga kuda-kuda Sindhu
 dan gajah-gajah perang milik para bangsawan;
 tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu
 adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

Wednesday, September 26, 2012

Dua Bata Jelek



Alkisah ada seorang bhiksu muda diberi tugas oleh gurunya utk mendirikan tembok vihara dengan menggunakan 2000 buah batu bata.

Dengan susah payah akhirnya ia menyelesaikannya dgn baik dan tepat pada waktunya.

Sayangnya setelah selesai semuanya, Bhiksu itu baru menyadari bahwa ada 2 buah batu bata yg tampak lebih menonjol keluar dibandingkan dengan batu bata lainnya. Akibatnya temboknya ada bagian yang tidak rata.

Bhiksu itu tampak sedih dan kecewa dengan hasil pekerjaannya. Ia pun akhirnya bermaksud untuk merobohkan tembok itu dan mengulangi untuk membangunnya.

 Saat itu datanglah Sang Guru melihat dan mengatakan, “Sungguh hasil karya yg luar biasa”

 Lalu Sang Bhiksu muda berkata, “Tetapi ada 2 batu bata yg tampak menonjol, Guru. Lihatlah! Sungguh membuat temboknya menjadi tdk sempurna”

 Sang Guru menjwb, “Saya tidak melihat 2 batu bata menonjol yang kamu tunjukkan. Sebaliknya saya jelas-jelas melihat ada 1998 batu bata yang tersusun begitu sempurna.”

 Sesungguhnya 2 batu bata itu menggambarkan masalah dlm hidup kita. Apakah hanya karena beberapa masalah kecil saja akan merintangi kita mengayuh dalam samudera kehidupan?

 Janganlah berfokus pada kekurangan saja. Janganlah hanya melihat sisi keburukan saja. Mari belajar mengikis kekurangan dan mengembangkan kebaikan kita.

Wednesday, September 19, 2012

Jalanlah maju tiga langkah, lalu mundur tiga langkah.



Seorang pria sedang berjalan-jalan di tengah kota. Ia melihat seorang biksu Zen yang sedang berjalan, meminta sumbangan untuk kuilnya. Karena tertarik, pria ini menghampiri biksu tersebut.

'Hai biksu, kau sedang meminta sumbangan bukan? Baiklah, aku tidak akan memberikan sumbangan, tapi akan kubeli kebijaksanaan darimu. Bukankah biksu Zen terkenal dengan kebijaksanaannya?', kata pria tersebut. Si biksu terdiam sejenak, lalu berkata, 'boleh, tapi kebijaksanaanku sangatlah mahal. Sebuah nasihatku bernilai 100 tael perak'. Pria tersebut menjawab, 'tidak masalah, asalkan terbukti kata-katamu dapat membuatku lebih bijaksana'.

Maka si biksu memberi pria itu kata2 ini: 'setiap kali anda menghadapi permasalahan apapun juga, jangan terburu-buru mengambil tindakan. Jalanlah maju tiga langkah, lalu mundur tiga langkah. Lakukan ini sebanyak 3 kali (3 set), baru ambil tindakan terhadap permasalahanmu'. Pria tersebut sulit untuk percaya, 'hanya berjalan 3 langkah maju dan 3 langkah mundur selama 3 kali dapat membuatku lebih bijaksana? Aku tidak percaya'. Si biksu tersenyum, 'kalau begitu anda tidak perlu membayarku sekarang. Tunggu sampai kata-kataku terbukti baru anda membayarku. Kalau tidak terbukti, anda tidak berhutang apa2 padaku'. Pria tersebut senang, 'baiklah kalau begitu. Aku akan membuktikan kata2mu. Kalau ternyata terbukti, aku akan mencarimu untuk membayarmu', kata pria itu, lalu pamit dan pulang kerumahnya.

Sampai di rumah, pria itu mencari istrinya untuk menceritakan kejadian hari ini kepada istrinya. Pria itu masuk ke kamar tidurnya. Ternyata istrinya sedang tidur, dan alangkah kagetnya pria itu karena ternyata disamping istrinya ada tubuh lain yang berbaring tertutup selimut. Emosi pria ini memuncak karena istrinya selingkuh, dengan tidur dengan pria lain. Ia segera pergi ke dapur untuk mengambil golok dapur, dengan tujuan membunuh pria selingkuhan istrinya.

Ketika kembali ke kamar tidur, tiba2 ia teringat dengan kata2 si biksu zen tadi. Maka ia pun berjalan 3 langkah maju, 3 langkah mundur, sebanyak 3 kali. Tentu saja dengan perasaan yang sangat tidak sabar. Karena gerakannya yang tergesa2 menimbulkan bunyi berisik, istrinya terbangun. Istrinya pun kaget karena ada tubuh lain berbaring di ranjangnya, sedangkan suaminya sedang berdiri di samping ranjang. Spontan istrinya membuka selimutnya. Ternyata tubuh itu adalah adik kandung istrinya sendiri yang bermimpi buruk sehingga ketakutan dan menyelinap ke ranjang kakak perempuannya untuk tidur bersama.

Seketika pria tersebut jatuh terduduk dengan lemas. Goloknya pun terlepas dari tangannya. Dengan menangis, ia menceritakan segalanya termasuk rencananya membunuh tubuh yang dikira selingkuhan istrinya tersebut. Katanya, 'kalau aku tidak bertemu dengan biksu bijaksana tersebut di kota, entah bagaimana nasibku dan kamu'. Istrinya menenangkan suaminya dan berkata, 'tenanglah, yang belum terjadi tidak perlu dipermasalahkan. Besok kita harus mencari biksu itu kembali untuk memenuhi janjimu, membayar kebijaksanaan yang kau dapat ini'.

Esok harinya mereka berdua pergi mencari biksu tersebut di tengah kota. Begitu menemukannya, mereka berniat membayar biksu tersebut, tapi si biksu menolaknya sambil tertawa, 'kalau kalian menghindari perbuatan jahat, perbanyak perbuatan baik, dan senantiasa mawas diri, artinya kalian sudah membayarku....'

Thursday, September 6, 2012

Hukum Karma


Dua orang Perempuan masing2 sedang membuat Kue..

Perempuan pertama memiliki bahan2 yang memprihatinkan :
Terigu tua yang lumutan, sehingga gumpalan2 hijaunya harus ditampi terlebih dahulu..
Mentega yang diperkaya Kolesterol yang sudah agak masam..
Dia harus menyisihkan bongkahan2 cokelat dari gula pasirnya (karena seseorang telah menyendok dengan sendok basah bekas mengaduk kopi)
Satu2nya Buah yang dipunyainya adalah Kismis purba, sekeras Uranium..
& Dapurnya bergaya 'Pra Perang Dunia' entah Perang Dunia yang mana..

Wednesday, September 5, 2012

Karma Akibat Memutuskan Hubungan Suami Istri

Kekayaan dan kemuliaan itu ibarat awan dan asap, mudah hilang dan lenyap. Sekali kita salah bertindak, maka kita akan menyesal untuk selama-lamanya. Untuk menebus kesalahan yang pernah diperbuat seringkali harus menunggu reinkarnasi 100 tahun.

Kebanyakan manusia tidak percaya adanya pembalasan Karma, harus diketahui bahwa pembalasan atas perbuatan manusia selalu ada, seperti bayangan yang tetap mengikuti diri kita. Jadi janganlah kita sekali-kali memutuskan hubungan suami istri.