Ijinkan saya membagi sudut pandang saya, Agama yang ideal adalah agama yang logis, bisa dinalar dengan akal. Pencarian dengan hati dan pikiran kemudiannya, untuk menambah ketebalan iman
yang tadinya hanya diyakininya….
Agama ideal adalah agama dengan bukti-bukti kongkrit… Sudut pandang saya saat ini. Idealnya, IMAN bukan “awal”, tetapi “HASIL”. Jika anda meletakkan “iman” di awal, sebagai permulaan, maka hasilnya adalah pembenaran. Dan inilah yang sering terjadi.
“Iman” seperti ini tidak mau kalah dan salah. Maunya benar melulu, dan para penganutnya kerap kali melakukan standar ganda untuk mempertahankan keimanannya, atau penafsiran yg berbeda2. Jadi ketika baca suatu kalimat pada kitab, tafsirannya mungkin artinya begini atau mungkin artinya begitu. Jika anda meletakkan “iman” di awal, maka: apa yang menjadi dasar iman anda? Ini pertanyaan fundamental yang serius. Yang benar itu: “iman” adalah hasil, letaknya di ujung. Yang disebut dasar berpikir itu adalah: analisa terhadap realita. Inilah yang kemudian “diolah” sehingga ujung-ujungnya menghasilkan “iman” (atau tidak beriman) terhadap teologi tertentu (tergantung bagaimana “proses”-nya). Itu adalah alur pikir yang valid. Bukan iman dulu, terus dicari-cari pembenarannya! Itu sih alur pikir orang awam!!!