Sunday, March 18, 2012

Tidak Ada jalan Pintas

Menjalani praktik spiritual, seperti meditasi, guna meningkatkan kadar penyadaran murni dan membiasakan diri berpikir, berkata, dan bertindak secara tegiat dan piawai,harus dilakukan dengan sepenuh hati dalam keseharian hidup. Ini tidak bisa dilakukan melalui jalan pintas apa pun. Hasilnya bisa tetap nihil. Kisah yang berikut ini mungkin bisa memberikan sejenak Pcncerahan bagi Anda.

Tersebutlah seorang businessman yang kaya raya, yang tinggal di Jakarta. Jutawan kita ini hanya ke wihara setahun sekali, yaitu pada hari Waisak. Itu pun setelah istrinya mendorong-dorong dan agak mengomelinya. Orang seperti ini`Kita kenal sebagai "umat Buddha hari Waisak" (Vesak-Day Buddhist).

Nah, pada suatu hari Waisak, di wihara ia kebetulan menyimak ceramah Dhamma yang dibawakan oleh seorang bhikkhu. Bhikkhu itu berkata bahwa kalau kita bisa tetap menjaga penyadaran murni kita agar pikiran dan hati kita tetap baik dan bahagia tatkala ajal menjelang, maka kita otomatis akan terlahir kembali di alam bahagia, di alam surga. Salah satu cara yang paling baik adalah dengan senantiasa mengingat dan merenungi Tiga Permata, yaitu Buddha,Dhamma, dan Sangha. Kalau kita mengingat dan merenungi
terus-menerus Buddha, Dhamma, dan Sangha saat jelang ajal kita, maka pasti kita terlahir ulang di surga. 

Businessman kita ini rupa-rupanya sangat terkesima dengan uraian dari bhikkhu tersebut. Namun masalahnya ia jarang ke wihara dan malas membaca buku Dhamma, apalagi berbuat kebaikan. Tapi, sebagai businessman nomor wahid yang sudah sering malang melintang di dunia bisnis, ia segera memutar otak. Akhirnya, ia menemukan suatu akal yang cemerlang.

Businessman kita ini rupanya punya tiga putra. Demi mengejar ambisi untuk terlahir kembali di alam surga, ia lantas mengganti nama ketiga putranya itu menjadi "Buddha", "Dhamma", dan "Sangha". Ia yakin, saat kematiannya menjelang, pasti ketiga putranya akan berada disisi pembaringannya. Nah, pada saat itulah, ketika ia melihat putranya untuk terakhir kalinya, ia pasti akan teringat dan menyebut nama-nama mereka, yaitu Buddha, Dhamma,
dan Sangha. Saat itu pulalah, ia akan mengucapkan terus nama-nama mereka itu, sampai detik terakhir penghujung hayatnya.

Dengan segera nama para putranya diganti. Dan sejak itu,ia tidak pernah lagi datang ke wihara, karena merasa tidak perlu lagi.
Suatu ketika, ia sakit keras. Ia sadar bahwa lonceng kematiannya sebentar lagi akan berdentang. Dari pembaringannya, segera ia memanggil ketiga putranya itu. Dan benar saja, sesuai akalnya yang cerdik itu, ketika ia memanggil nama ketiga putranya, segera ia teringat untuk rnenyebut nama-nama mereka terus-menerus. Lalu ia mulai melafal, seraya melihat wajah putra-putranya itu, satu per satu, "Buddha, Dhamma, Sangha .... Buddha, Dhamma, Sangha ....
Buddha, Dhamma, Sangha .... "

Ketika sedang asyik-asyiknya melafal, tiba-tiba terlintas didalam benaknya suatu pemikiran, yang spontan menyembur keluar lewat mulutnya, "Lho, kalau kalian bertiga di sini,lantas siapa yg menjaga toko kita?"

Sialnya, pada saat berpikiran kesal seperti itulah businessman kita itu meninggal! moga-moga saja ia tidak terlahir kembali di alam hantu menderita.












No comments:

Post a Comment