Sunday, August 5, 2012

Dewi Welas Asih Yang Tidak Dapat melihat

Dewi Kwan-Im atau Dewi Avalokitesvara adalah Dewi yang selalu mendengar dan melihat tangisan dan penderitaan para mahluk.

Di vihara Dewi Kwan-Im yang sudah beratus-ratus tahun, dimana cat dinding dan langit-langit telah pudar warnanya menjadi kecoklat-coklatan. Rupang sang Dewi Kwan-Im yang welas asih, Para Mahluk Suci Tanpa Batas, Budha Agung Amitabha, Bodhisatva dan para Dharmapala tampak telah sangat pudar warnanya.

Ukiran, ornamen dan perhiasan pada meja altar, pintu, tian, hingga langit-langit telah banyak yang rusak dan kotor. Terlebih-lebih rupang Sang Dewi yang tampak bagian badannya hampir pudar seluruh warnanya, dan pada wajahnya tidak lagi tampak alis dan bola matanya.

Walaupun vihara Dewi Kwan-Im ini tampak sangat memprihatinkan, tetapi ternyata setiap hari banyak umat yang datang menghadap Sang Dewi untuk memohon petunjuk dan berkah. Banyak pula yang datang kembali untuk mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Dewi, rupanya banyak sekali permohonan yang telah di bantu oleh Sang Dewi sehingga terkabul. Sungguh suatu hal yang tidak mengherankan bila vihara Sang Dewi menjadi salah satu vihara yang sangat terkenal di kota ini.

Pada suatu hari, datang seorang lelaki yang cukup terkenal di kota tersebut. Lelaki ini terkenal bukan saja karena perusahaannya yang sangat banyak, tetapi juga akan partisipasinya dalam berbagai kegiatan sosial dan kedermawanan. Bahkan lelaki ini banyak menjabat sebagai pengurus aktif dalam berbagai macam organisasi dan yayasan sosial. Kedatangannya kali ini bersama seorang seniman rupang yang terkenal, rupanya lelaki ini mempunyai suatu niat baik untuk memperbaiki vihara Dewi Kwan-Im ini.

Lelaki ini langsung menghadap kepada kepala vihara memohon izin untuk memperbaiki rupang-rupang di vihara. Kepala vihara menyetujui niat baik lelaki ini untuk mengecat dan memperbaiki rupang-rupang di vihara, karena memang sejak awal berdirinya vihara ini belum pernah diperbaharui. Kemudian lelaki ini memberikan arahan agar senimannya dapat mulai bekerja keesokan harinya.

Selanjutnya seniman yang diutus oleh lelaki tersebut mulai bekerja setiap hari untuk melukis dan mewarnai kembali rupang-rupang di vihara. Setiap hari pula, lelaki ini selalu datang untuk melihat-lihat dan mengawasi hasil kerja seniman kebanggaannya. Tampaknya seniman ini juga berusaha keras untuk memberikan suatu kebanggaan dan kepuasan kepada lelaki ini, sehingga dirinya bekerja tanpa lelah dengan penuh keseriusan.

Seminggu sudah berlalu, dan seniman ini sangat bangga akan hasil karyanya. Dia lalu menghadap lelaki yang mengutusnya untuk melaporkan tentang hasil pekerjaannya.

"Tuan, seluruh pekerjaan saya telah selesai. Ini merupakan karya saya terbaik selama saya menjadi seniman." kata seniman dengan bangga.

"Karya yang luar biasa, saya sangat kagum. Semuanya sekarang tampak lebih hidup dan indah. Memang pantas anda di sebut seniman nomor satu." Puji lelaki itu.

Lelaki itu lalu menghadap kepala vihara untuk menunjukan hasil karya senimannya. Lalu kepala vihara melihat rupang yang telah diperbaharui satu persatu.

"Sekarang rupang Wen-Chu-Khong tampak lebih gagah dan berwibawa, sungguh luar biasa jasa anda terhadap Yang Mulia Wen-Chu-Khong. Semoga Yang Mulia Wen-Chu-Khong selalu melindung anda sekeluarga dari segala halangan dan mara bahaya." Kata kepala vihara.

"Terima kasih, Guru."

Lalu mereka melanjutkan untuk melihat Jambala.

"Sungguh cerah dan tampak lebih hidup rupang Jambala ini. Semoga Yang Mulia Arya Jambala selalu melimpahkan rejeki dan berkah kepada anda sekeluarga." kata kepala vihara.

"Terima kasih, Guru." katanya kembali dengan senang, mendengar doa permohonan itu.

Lelaki ini sangat bangga dan puas menunjukkan satu-persatu hasil kerja senimannya. Kepala vihara tampaknya juga senang dengan hasil karya senimannya. Setiap kali melihat rupang yang telah diperbaharui, kepala vihara selalu memuji dan memohon berkah untuk keluarga lelaki ini.

Lalu tibalah mereka di hadapan rupang Sang Dewi Kwan-Im, kepala vihara memperhatikan lama sekali rupang Sang Dewi.

"Sungguh luar biasa indahnya Sang Dewi, pakaiannya tampak hidup dan senyumnya Sang Dewi sangat menawan. Silahkan seniman anda melanjutkan karyanya memperbaiki mata Sang Dewi.." Kata kepala vihara.

"Guru mohon maaf, saya sengaja menyuruh seniman saya untuk tidak memperbaiki mata Sang Dewi." Jelas si lelaki.

"Kenapa anda tidak memperbaiki mata Sang Dewi." Tanya kepala vihara keheranan.

"Mohon maaf Guru, Saya tidak ingin Sang Dewi dapat melihat saya." Kata sang lelaki.

"Mengapa anda tidak ingin dilihat Sang Dewi? Bukankah anda telah melakukan perbuatan amal baik dengan memperbarui rupang-rupang vihara Sang Dewi." Tanya kepala vihara lebih heran lagi.

Pengusaha ini lalu membawa kepala vihara untuk pindah keruangan sebelahnya yang tampak lebih sepi, rupanya lelaki ini tidak ingin ucapannya didengar oleh siapapun diruang altar Sang Dewi.

"Guru, saya ini seorang pengusaha yang tidak selalu dijalan yang lurus dan benar. Saya kadang terpaksa harus berbohong dan kadang berbuat sedikit menyimpang untuk mencapai apa yang saya inginkan. Walaupun demikian, permintaan saya banyak dikabulkan oleh Sang Dewi. Saya benar-benar merasa sangat bersyukur atas pertolongan Sang Dewi." bisik lelaki ini dengan perlahan-lahan di telinga kepada vihara.

Kepala vihara terdiam kebingungan dan berusaha mencoba menangkap apa sebenarnya yang dimaksud oleh lelaki ini.

"Guru, saya tahu mengapa Sang Dewi selalu mendengar permohonan saya walaupun saya banyak melakukan kesalahan. Setelah saya amati ternyata Sang Dewi matanya buta, sehingga Sang Dewi tidak dapat melihat apa yang telah saya lakukan selama ini." bisik lelaki pengusaha.

Kepala vihara masih terdiam berusaha memahami makna penjelasan sang dermawan.

"Guru, Sang Dewi yang buta hanya dapat mendengar permohonan saya. Saya sengaja menyuruh seniman saya untuk tidak memperbaiki bola mata Sang Dewi karena saya lebih menyukai Sang Dewi tetap buta. Biarlah Sang Dewi hanya dapat mendengarkan permohonan-permohonan saya, tanpa dapat melihat apa yang telah saya perbuat." Jelas lelaki ini.

"Om Mani Padme Hum, sungguh benar-benar Dewi yang welas asih…." kepala vihara akhirnya bersuara, dan berbalik badan meninggalkan lelaki itu.

PANGERAN LIMA SENJATA DAN SI RAMBUT-LENGKET

Suatu ketika, Sang Boddhisatva terlahir sebagai putra Raja dan Ratu Benares. Pada hari pemberian nama, 800 peramal diundang ke istana. Dan sebagai hadiah, mereka diberi apapun yang mereka inginkan
untuk menyenangkan mereka. Dan mereka diminta untuk meramalkan nasib sang pangeran kecil, agar mereka dapat memberikan nama yang sesuai untuknya. Salah satu peramal ahli dalam membaca tanda tanda di badan. Ia berkata, “Tuanku, ini adalah berkah dari jasa-jasa anda. Dia akan menjadi raja penerus kerajaan ini.” Para peramal itu sangat pandai. Mereka mengatakan apapun yang ingin diketahui raja dan ratu. Mereka mengatakan, “Anakmu akan menjadi ahli 5 senjata.

HANYA KITALAH YANG DAPAT MENOLONG DIRI KITA SENDIRI (Only We Can Help Ourselves)

Semua makhluk adalah pemilik perbuatan mereka sendiri, terwarisi oleh perbuatan mereka sendiri, lahir dari perbuatan mereka sendiri, berhubungan dengan perbuatan mereka sendiri, tergantung pada perbuatan mereka sendiri, perbuatan apapun yang mereka lakukan baik ataupun buruk, itulah yang mereka warisi Sang Guru menasehati kita untuk merenungi lima hal ini dalam kehidupan sehari-hari kita.

Karma Atau Nasibkah Ini?

“Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih & engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya”. Samyutta Nikaya I: 227.

Dengan pandangan mata yang nanar, serta diiringi deraian air mata yang rintik-rintik, si Ani (bukan nama sesungguhnya) menyesali & menolak ketinggalan kelas yang di alami. Di dalam pikirannya selalu timbul pertanyaan mengapa si A, B & C yang menurut pandangannya jauh lebih bodoh alias idiot, bias lulus dengan angka yang menyakinkan, sedangkan dia, tidak! Padahal di caturwulan III saja agak ambruk. Di manakah keadilan itu ? Mengapa dia yang harus tinggal kelas sedangkan orang lain tidak ? Inikah yang namanya kesialan ? Rasanya hidup itu jadi hambar & tiada artinya sama sekali.