Memikirkannya Itu yang Susah

Tatkala baru menjadi bhikkhu di Thailand, suatu ketika guru saya hendak membangun aula yang besar. Pendek cerita, aula akhirnya selesai dibangun. Saat itu, tersisa sampah berupa gundukan tanah kotor yang sangat banyak. Suatu pagi, guru memberikan perintah untuk memindahkan semua tanah kotor itu ke area di belakang aula. Seharian penuh, mulai jam 9 pagi, kami melaksanakan perintah itu. Sampai pukul 10 malam pun, pekerjaan itu belum selesai. Pekerjaan itu baru tuntas setelah kami bekerja sangat keras selama 3 hari penuh. Bayangkan! Apalagi saya orang Inggris, di tengah hutan tropis yang panas dan penuh dengan nyamuk.


Ngomong-ngomong soal nyamuk .... Para bhikkhu kan tidak punya rambut di kepalanya. Akibatnya, nyamuk yang mengerubung jumlahnya lebih banyak lagi. Sepertinya nyamuk juga tahu bahwa bhikkhu tidak bakal menepoki dirinya. Saya adalah bhikkhu bule pertama di sana. Dan itu juga pertama kalinya nyamuk-nyamuk itu bisa pesta Western food (makanan Barat). Para nyamuk yang sudah mencicipi Western food itu lantas menyebarkan berita itu kepada kroni-kroninya, "Hei, ayo ke sana. . .! Di sana ada Western food, 1ho!" Wah, bukan main sengsaranya saya waktu itu!


Malam itu, guru kami, Ajahn Chah, meninggalkan wihara kami untuk mengunjungi wihara lainnya. Keesokan paginya, wakil kepala wihara kami mengumpulkan semua bhikkhu. Rupa-rupanya beliau tidak suka tanah kotor itu ditumpukkan di belakang aula. Beliau lalu menyuruh kami untuk memindahkan kcmbali gundukan tanah kotor itu ketempat lainnya. Kembali kami bekcrja keras tiga hari lamanya.Akhirnya, tugas kami itu selesai juga.Tapi, ceritanya belum selesai. Malam itu, AjahnChah kembali ke wihara kami. keesokan paginya, beliau mengumpulkan kami semua, lalu bertanya mengapa kami memindahkan gundukan tanah itu? Mengapa kami tidak menuruti perintah beliau? Akhirnya, kami diperintahkan beliau untuk mengembalikan gundukan tanah kotor itu kembali ke belakang aula. Mengapa sih para bhikkhu senior itu tidak bcrsepakat dahulu sebelum menyuruh? Akhirnya, waktu itu sumpah serapah rnenyembur keluar dari mulut saya, dalam bahasa
Inggris tentunya, supaya orang-orang Thai itu tidak mengerti.

Tapi, salah seorang di antara mereka memerhatikan mimik wajah saya. Walaupun ia tidak mengerti bahasa Inggris,tapi dari mimik wajah saya, ia tahu ekspresi wajah saya menunjukkan kemarahan. Lalu, dengan lembut ia menasihati saya, "Mengerjakan itu mudah, memikirkannya itu yang susah. Kalau kamu memikirkan tentang tiga hari kerja itu, ini hanya akan menimbulkan kesusahan. mengertilah hal itu. Tidak usah mengeluh, pasti akan terasa lebih mudah." Untungnya, tempat di belakang aula itu adalah tempat terakhir tanah itu dipindahkan. 
Share this post :

Post a Comment

Google Translate

Popular Post

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kumpulan Artikel Buddhist - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger